Jiwa anak
berselancar di dunia maya, ini memberikan dampak buruk pada prestasi anak
prasekolah yang berlanjut hingga usia sekolah.
KOMPAS.com -
Gadget tidak hanya membuat anak cuek selama berjam-jam, tapi juga disinyalir
dapat menurunkan prestasi anak kelak saat ia masuk jenjang sekolah. Ini sesuai
dengan pengamatan sederhana Sekolah Putik Indonesia terhadap empat siswanya,
yang duduk di kelas yang sama dan mendapat perlakuan sama.
Pengamatan ini dimulai sejak mereka duduk di kelas Dede (pendidikan untuk anak usia prasekolah). Tiga siswa memiliki usia yang sama yakni tiga tahun, sedangkan yang satu 2,5 tahun. Keempat siswa ini memiliki kemampuan sama, yang membedakan adalah hobinya.
Tiga siswa senang menggunakan gadget, sedangkan yang satu (berusia 2,5 tahun) lebih menyukai membaca dan tidak tergila-gila dengan gadget. Dalam kesehariannya, tiga siswa ini aktif memainkan gadget. Berdasarkan pengamatan perilaku di rumah, dari ketiga anak itu, satu anak bermain gadget secara tidak terkontrol, atau mendapat kebebasan penuh untuk menggunakan gadget. Sedangkan dua anak lainnya terkontrol. Artinya, mereka diizinkan menggunakan gadget namun ada batasan waktu, meski tidak terlalu ketat. Dalam artian bisa lebih dari satu jam, namun tetap tidak diberi kebebasan penuh.
Sepanjang mengikuti jenjang pendidikan di Sekolah Putik Indonesia, keempat siswa ini selalu satu kelas, sehingga sepanjang mengikuti pendidikan di sekolah, mereka mendapat perlakuan sama. Hasilnya, terlihat saat mereka duduk di bangku sekolah dasar. Prestasi tiga anak yang terpapar gadget terlihat menurun dibandingkan satu siswa yang tidak terpapar gadget.
Sementara, anak yang rajin membaca dan tidak terpapar gadget, prestasinya semakin baik, bahkan mampu melampaui anak-anak yang terpapar gadget. Menurut hasil pengamatan pihak sekolah, gadget dapat memengaruhi beberapa perkembangan dan prestasi belajar anak, yakni:
1. Mengalami penurunan konsentrasi.
Anak mengalami penurunan konsentrasi saat belajar. Konsentrasinya menjadi lebih pendek dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Anak lebih senang berimajinasi seperti dalam tokoh game yang sering ia mainkan menggunakan gadget-nya.
2. Memengaruhi kemampuan menganalisa permasalahan.
Ketika belajar, anak tidak mau mencari data dan tidak tertantang untuk melakukan analisis. Anak menginginkan sesuatu yang serba cepat dan langsung terlihat hasilnya. Ada pun proses untuk mencapai hasil akhir itu tidak dipedulikan.
3. Malas menulis dan membaca.
Gagdet menjadikan anak malas menulis dan membaca. Dengan perangkat gadget, maka aktivitas menulis menjadi lebih mudah, ini memengaruhi keterampilan menulis anak. Tak hanya itu, perangkat visual pun tampak lebih menarik dan menggoda, karena dapat memperlihatkan sesuai dengan kenyataan. Akibatnya anak-anak menjadi malas membaca. Sebab, membaca menuntut anak untuk mengembangkan imajinasi dari kesimpulan yang dibaca.
4. Penurunan dalam kemampuan bersosialisasi.
Anak menjadi tidak peduli dengan lingkungan sekitar serta tidak memahami etika bersosialisasi. Anak tidak tahu, bila ada banyak orang menginginkan sesuatu yang sama, maka wajib antre agar tertib. Ini terjadi karena anak tidak memahami adanya sebuah proses. Apa yang diinginkan harus segera ada dan terwujud, karena terbiasa mendapat pemahaman melalui games atau tontonan.
(Tabloid Nakita/Utami Sri Rahayu)
Pengamatan ini dimulai sejak mereka duduk di kelas Dede (pendidikan untuk anak usia prasekolah). Tiga siswa memiliki usia yang sama yakni tiga tahun, sedangkan yang satu 2,5 tahun. Keempat siswa ini memiliki kemampuan sama, yang membedakan adalah hobinya.
Tiga siswa senang menggunakan gadget, sedangkan yang satu (berusia 2,5 tahun) lebih menyukai membaca dan tidak tergila-gila dengan gadget. Dalam kesehariannya, tiga siswa ini aktif memainkan gadget. Berdasarkan pengamatan perilaku di rumah, dari ketiga anak itu, satu anak bermain gadget secara tidak terkontrol, atau mendapat kebebasan penuh untuk menggunakan gadget. Sedangkan dua anak lainnya terkontrol. Artinya, mereka diizinkan menggunakan gadget namun ada batasan waktu, meski tidak terlalu ketat. Dalam artian bisa lebih dari satu jam, namun tetap tidak diberi kebebasan penuh.
Sepanjang mengikuti jenjang pendidikan di Sekolah Putik Indonesia, keempat siswa ini selalu satu kelas, sehingga sepanjang mengikuti pendidikan di sekolah, mereka mendapat perlakuan sama. Hasilnya, terlihat saat mereka duduk di bangku sekolah dasar. Prestasi tiga anak yang terpapar gadget terlihat menurun dibandingkan satu siswa yang tidak terpapar gadget.
Sementara, anak yang rajin membaca dan tidak terpapar gadget, prestasinya semakin baik, bahkan mampu melampaui anak-anak yang terpapar gadget. Menurut hasil pengamatan pihak sekolah, gadget dapat memengaruhi beberapa perkembangan dan prestasi belajar anak, yakni:
1. Mengalami penurunan konsentrasi.
Anak mengalami penurunan konsentrasi saat belajar. Konsentrasinya menjadi lebih pendek dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Anak lebih senang berimajinasi seperti dalam tokoh game yang sering ia mainkan menggunakan gadget-nya.
2. Memengaruhi kemampuan menganalisa permasalahan.
Ketika belajar, anak tidak mau mencari data dan tidak tertantang untuk melakukan analisis. Anak menginginkan sesuatu yang serba cepat dan langsung terlihat hasilnya. Ada pun proses untuk mencapai hasil akhir itu tidak dipedulikan.
3. Malas menulis dan membaca.
Gagdet menjadikan anak malas menulis dan membaca. Dengan perangkat gadget, maka aktivitas menulis menjadi lebih mudah, ini memengaruhi keterampilan menulis anak. Tak hanya itu, perangkat visual pun tampak lebih menarik dan menggoda, karena dapat memperlihatkan sesuai dengan kenyataan. Akibatnya anak-anak menjadi malas membaca. Sebab, membaca menuntut anak untuk mengembangkan imajinasi dari kesimpulan yang dibaca.
4. Penurunan dalam kemampuan bersosialisasi.
Anak menjadi tidak peduli dengan lingkungan sekitar serta tidak memahami etika bersosialisasi. Anak tidak tahu, bila ada banyak orang menginginkan sesuatu yang sama, maka wajib antre agar tertib. Ini terjadi karena anak tidak memahami adanya sebuah proses. Apa yang diinginkan harus segera ada dan terwujud, karena terbiasa mendapat pemahaman melalui games atau tontonan.
(Tabloid Nakita/Utami Sri Rahayu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar