Kita ketahui bahwa penyelenggaraan negara mempunyai
peranan yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan Negara untuk
mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dan untuk
mewujudkan penyelenggaraan negara yang mampu menjalankan fungsi dan
tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggungjawab, perlu dibuat
asas-asas penyelenggaraan negara.
Peraturan (undang-undang) ini telah dimuat dalam UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 3. Di sini disebutkan bahwa asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi asas kepastian hokum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.
Penjelasan dari masing-masing asas umum penyelenggaraan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara
2. Asas tertib penyelenggara negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara
3. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif
4. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara
5. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara
6. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang beralandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
7. Asas akuntabilatas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Namun demikian, tidak dipungkiri bahwa masih ada saja pelanggaran terhadap asas-asas tersebut. Sebagai contoh adalah banyaknya kasus-kasus korupsi yang ada di negeri ini. Kasus-kasus tersebut juga masih banyak yang belum terselesaikan.
DATA PENYELESAIAN KASUS KKN YANG DITINDAK LANJUTI
SESUAI PERATURAN PER-UU-AN YANG BERLAKU
TAHUN 2002 S / D MARET 2005
PEMERIKSA REGULER (PKPT) TAHUN
2002 2003 2004 2005
JUMLAH PKPT 94 Obrik 71 Obrik 75 Obrik 92 Obrik
Realisasi Pemeriksaan s/d Juni 2004 76 Obrik (80,85%) 57 Obrik (80,28%) 70 Obrik (93,33%) 10 Obrik (10,87%)
Batal Pemeriksaan 18 Obrik (19,15%) 18 Obrik (19,72%) 18 Obrik (19,72%) -
Jumlah Temuan 180 Temuan 193 Temuan 180 Temuan 4 Temuan
Jumlah Tindak Lanjut 180 Temuan 193 Temuan 64 Temuan -
Kerugian negara/Daerah 0 0 0 0
Kewajiban Setor Rp. 15.071.964 Rp. 8.169.964 Rp. 8.589.618 -
Ditarik/Disetor Rp. 15.071.964 Rp. 8.010.000 Rp. 8.589.619 -
Jumlah LHT Terbit 76 57 61 2
JUMLAH NON PKPT
Jumlah Pengaduan yang diterima 27 Kasus 11 Kasus 125 Kasus 5 Kasus
Jumlah Pengaduan yang ditangani 27 Kasus 11 Kasus 15 Kasus 5 Kasus
a. Terbukti 0 0 2 Kasus 2 Kasus
b. Tidak Terbukti 0 0 3 Kasus 3 Kasus
Kerugian Negara 0 0 0 0
Sumber Data : Badan Pengawas Kotamadya Jakarta Selatan 4 April 2005
Terakhir kali diperbaharui ( Selasa, 08 Mei 2007 )
Hal ini tentu melanggar asas-asas penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, terutama asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.
Korupsi, kolusi dan nepotisme tersebut terjadi tentu karena ada banyak hal (faktor) yang mempengaruhi. Beberapa faktor tersebut di antaranya adalah menurut Dr. Sarlito W. Sarwono, yakni adanya dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya), serta rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya.
Contoh lainnya adalah pencalonan Timor Manurung sebagai Hakim Agung pada tahun 2003 lalu. Pencalonan Timor Manurung tersebut perlu dipertimbangkan lebih lanjut mengingat beberapa asas yang harus dipenuhi sebagai penyelenggara negara yang bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme seperti yang telah diatur dalam pasal 3 UU No. 28 tahun 1999:
1. Asas Kepastian Hukum
Sebagai mantan Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI, pencalonan Timor Manurung sebagai Hakim Agung akan menghambat proses-proses hukum dan pelanggaran HAM berat yang pelaku berasal dari kalangan TNI. Hal ini dihubungkan dengan pernyataannya ketika menajabat Kepala Babinkum tentang proses penyelidikan kasus Trisakti-Semanggi beberapa waktu lalu serta beberapa tindakan lainnya seperti kehadirannnya dengan beberapa anggota TNI lainnya di persidangan ad hoc Timor Timur, keberadaannya sebagai Pengacara pihak TNI. Sebagai Haikm Agung, Timor Manurung nantinya akan sangat tidak memenuhi kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara, dalam hal ini kualitas putusan dalam proses peradilan.
2. Asas Tertib Penyelenggara Negara
Pernyataan Timor Manurung terhadap pemanggilan oleh Komnas HAM sehubungan kasus Trisakti/Semanggi, kapasitasnya sebagai pengacara TNI serta dukungannya terhadap pengadilan koneksitas pada kasus Ginanjar tidak memenuhi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam penyelenggaraan negara. pernyataan dan sikapnya tersebut akan berimplikasi buruk terhadap kwalitas putusan-putusan yang dikeluarkannya selaku Hakim Agung.
3. Asas Kepentingan Umum
Pernyataan yang dikeluarkan oleh Timor Manurung ketika menjabat Kepala Babinkum TNI menunjukan sikap yang tidak akomodatif dan aspiratif terhadap proses hukum untuk kepentingan publik. Pernyataan yang dikeluarkannya semakin menghambat proses-proses pemenuhan penegakan keadilan bagi korban dan keluarga korban Trisakti/Semanggi khususnya. Demikian juga dengan keberadaannya sebagai pengacara TNI dalam kasus Ginanjar serta pernyataan lain yang berpihak kepada TNI, hal itu terlihat bahwa asas kepentingan umum tidak didahulukan dengan cara yang lebih selektif.
4. Asas Keterbukaan
Sikap dari Timor Manurung ketika menjabat sebagai Kepala Babinkum menunjukan adanya ketertutupan terhadap hak korban dan keluarga korban kasus Trisakti/Semanggi dalam rangka penyelesaian kasus. Sikapnya yang diskriminatif, tidak memperhatikan perlindungan atas hak asasi korban dan keluarga korban sangat terlihat menghambat proses-proses penegakan keadilan.
5. Asas Proporsionalitas
Selaku Kepala Babinkum TNI pada saat itu, Timor Manurung tidak memenuhi asas keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara. pernyataan yang dikeluarkannnya serta beberapa tindakan sebagai pengacara TNI akan berimplikasi terhadap kebiajakan yang akan dikeluarkannya selaku Hakim Agung yang seharusnya mengutamakan asas keseimbangan hak dan kewajiban yang tidak memihak siapapun. Keberpihakkannya terhadap TNI menjadi pertimbangan penting dalam memutuskan Timor Manurung sebagai Hakim Agung.
6. Asas Profesionalitas
Selaku Kababinkum TNI, seharusnya Timor Manurung pada saat itu mendukun pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu adanya mandat yang diberikan oleh Komnas HAM untuk menyelidiki pelanggaran HAM berat sesuai dengan UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM. Secara tidak profesional dan demi kepentingan institusi, Timor Manurung telah mengeluarkan pernyataan yang sangat tidak memenuhi asas profesionalitas dalam penyelenggaraan negara.
7. Asas Akuntabilatas
Selaku pengacara TNI pada kasus Ginanjar dan kasus Timor Timur serta pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh Timor Manurung ketika menjabat sebagai Kepala Babinkum TNI pada kasus Trisakti/Semanggi sebagai suatu kegiatan yang harus dipertanggungjawabkan oleh masyarakat khususnya korban dan keluarga korban kasus Trisakti/Semanggi. Pernyataan itu akan mempunyai implikasi buruk terhadap setiap kegiatannya sebagai Hakim Agung khususnya pada setiap proses penegakan hukum.
Sumber:
http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=306
http://www.kpk.go.id/modules/edito/doc/UU281999.pdf
http://selatan.jakarta.go.id/webjakselfinal/content/view/60/34/
Peraturan (undang-undang) ini telah dimuat dalam UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 3. Di sini disebutkan bahwa asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi asas kepastian hokum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.
Penjelasan dari masing-masing asas umum penyelenggaraan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara
2. Asas tertib penyelenggara negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara
3. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif
4. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara
5. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara
6. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang beralandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
7. Asas akuntabilatas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Namun demikian, tidak dipungkiri bahwa masih ada saja pelanggaran terhadap asas-asas tersebut. Sebagai contoh adalah banyaknya kasus-kasus korupsi yang ada di negeri ini. Kasus-kasus tersebut juga masih banyak yang belum terselesaikan.
DATA PENYELESAIAN KASUS KKN YANG DITINDAK LANJUTI
SESUAI PERATURAN PER-UU-AN YANG BERLAKU
TAHUN 2002 S / D MARET 2005
PEMERIKSA REGULER (PKPT) TAHUN
2002 2003 2004 2005
JUMLAH PKPT 94 Obrik 71 Obrik 75 Obrik 92 Obrik
Realisasi Pemeriksaan s/d Juni 2004 76 Obrik (80,85%) 57 Obrik (80,28%) 70 Obrik (93,33%) 10 Obrik (10,87%)
Batal Pemeriksaan 18 Obrik (19,15%) 18 Obrik (19,72%) 18 Obrik (19,72%) -
Jumlah Temuan 180 Temuan 193 Temuan 180 Temuan 4 Temuan
Jumlah Tindak Lanjut 180 Temuan 193 Temuan 64 Temuan -
Kerugian negara/Daerah 0 0 0 0
Kewajiban Setor Rp. 15.071.964 Rp. 8.169.964 Rp. 8.589.618 -
Ditarik/Disetor Rp. 15.071.964 Rp. 8.010.000 Rp. 8.589.619 -
Jumlah LHT Terbit 76 57 61 2
JUMLAH NON PKPT
Jumlah Pengaduan yang diterima 27 Kasus 11 Kasus 125 Kasus 5 Kasus
Jumlah Pengaduan yang ditangani 27 Kasus 11 Kasus 15 Kasus 5 Kasus
a. Terbukti 0 0 2 Kasus 2 Kasus
b. Tidak Terbukti 0 0 3 Kasus 3 Kasus
Kerugian Negara 0 0 0 0
Sumber Data : Badan Pengawas Kotamadya Jakarta Selatan 4 April 2005
Terakhir kali diperbaharui ( Selasa, 08 Mei 2007 )
Hal ini tentu melanggar asas-asas penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, terutama asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.
Korupsi, kolusi dan nepotisme tersebut terjadi tentu karena ada banyak hal (faktor) yang mempengaruhi. Beberapa faktor tersebut di antaranya adalah menurut Dr. Sarlito W. Sarwono, yakni adanya dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya), serta rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya.
Contoh lainnya adalah pencalonan Timor Manurung sebagai Hakim Agung pada tahun 2003 lalu. Pencalonan Timor Manurung tersebut perlu dipertimbangkan lebih lanjut mengingat beberapa asas yang harus dipenuhi sebagai penyelenggara negara yang bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme seperti yang telah diatur dalam pasal 3 UU No. 28 tahun 1999:
1. Asas Kepastian Hukum
Sebagai mantan Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI, pencalonan Timor Manurung sebagai Hakim Agung akan menghambat proses-proses hukum dan pelanggaran HAM berat yang pelaku berasal dari kalangan TNI. Hal ini dihubungkan dengan pernyataannya ketika menajabat Kepala Babinkum tentang proses penyelidikan kasus Trisakti-Semanggi beberapa waktu lalu serta beberapa tindakan lainnya seperti kehadirannnya dengan beberapa anggota TNI lainnya di persidangan ad hoc Timor Timur, keberadaannya sebagai Pengacara pihak TNI. Sebagai Haikm Agung, Timor Manurung nantinya akan sangat tidak memenuhi kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara, dalam hal ini kualitas putusan dalam proses peradilan.
2. Asas Tertib Penyelenggara Negara
Pernyataan Timor Manurung terhadap pemanggilan oleh Komnas HAM sehubungan kasus Trisakti/Semanggi, kapasitasnya sebagai pengacara TNI serta dukungannya terhadap pengadilan koneksitas pada kasus Ginanjar tidak memenuhi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam penyelenggaraan negara. pernyataan dan sikapnya tersebut akan berimplikasi buruk terhadap kwalitas putusan-putusan yang dikeluarkannya selaku Hakim Agung.
3. Asas Kepentingan Umum
Pernyataan yang dikeluarkan oleh Timor Manurung ketika menjabat Kepala Babinkum TNI menunjukan sikap yang tidak akomodatif dan aspiratif terhadap proses hukum untuk kepentingan publik. Pernyataan yang dikeluarkannya semakin menghambat proses-proses pemenuhan penegakan keadilan bagi korban dan keluarga korban Trisakti/Semanggi khususnya. Demikian juga dengan keberadaannya sebagai pengacara TNI dalam kasus Ginanjar serta pernyataan lain yang berpihak kepada TNI, hal itu terlihat bahwa asas kepentingan umum tidak didahulukan dengan cara yang lebih selektif.
4. Asas Keterbukaan
Sikap dari Timor Manurung ketika menjabat sebagai Kepala Babinkum menunjukan adanya ketertutupan terhadap hak korban dan keluarga korban kasus Trisakti/Semanggi dalam rangka penyelesaian kasus. Sikapnya yang diskriminatif, tidak memperhatikan perlindungan atas hak asasi korban dan keluarga korban sangat terlihat menghambat proses-proses penegakan keadilan.
5. Asas Proporsionalitas
Selaku Kepala Babinkum TNI pada saat itu, Timor Manurung tidak memenuhi asas keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara. pernyataan yang dikeluarkannnya serta beberapa tindakan sebagai pengacara TNI akan berimplikasi terhadap kebiajakan yang akan dikeluarkannya selaku Hakim Agung yang seharusnya mengutamakan asas keseimbangan hak dan kewajiban yang tidak memihak siapapun. Keberpihakkannya terhadap TNI menjadi pertimbangan penting dalam memutuskan Timor Manurung sebagai Hakim Agung.
6. Asas Profesionalitas
Selaku Kababinkum TNI, seharusnya Timor Manurung pada saat itu mendukun pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu adanya mandat yang diberikan oleh Komnas HAM untuk menyelidiki pelanggaran HAM berat sesuai dengan UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM. Secara tidak profesional dan demi kepentingan institusi, Timor Manurung telah mengeluarkan pernyataan yang sangat tidak memenuhi asas profesionalitas dalam penyelenggaraan negara.
7. Asas Akuntabilatas
Selaku pengacara TNI pada kasus Ginanjar dan kasus Timor Timur serta pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh Timor Manurung ketika menjabat sebagai Kepala Babinkum TNI pada kasus Trisakti/Semanggi sebagai suatu kegiatan yang harus dipertanggungjawabkan oleh masyarakat khususnya korban dan keluarga korban kasus Trisakti/Semanggi. Pernyataan itu akan mempunyai implikasi buruk terhadap setiap kegiatannya sebagai Hakim Agung khususnya pada setiap proses penegakan hukum.
Sumber:
http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=306
http://www.kpk.go.id/modules/edito/doc/UU281999.pdf
http://selatan.jakarta.go.id/webjakselfinal/content/view/60/34/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar